Indramayu | dinamikapendidikan.com – Tidak asing tentunya dengan sosok penyair satu ini, Acep Syahril (63). Kehadirannya yang kadang tiba-tiba membacakan puisi di suatu instansi bisa bikin orang terperangah dan bertanya-tanya. Apalagi puisi yang dibacakannya terkait masalah korupsi, seperti yang dia lakukan kemarin, Kamis (6 November 2025).
Pagi itu Acep baca puisi di pelataran ruang kantor Intel Mapolres Indramayu, kemudian bergeser ke kantor Kejaksaan Negeri Indramayu, baru kemudian di PDAM Indramayu. Puisi dengan tema PDAM yang mengangkat beberapa persoalan tentang kinerja perusahaan daerah air minum tersebut.
PDAM juga dunia usaha
mengelola air bersih dan mengelola
keuntungan untuk membayar
gaji karyawan termasuk gaji pengawas
yang fantastis dan elegant.
Puisi yang menyoroti keberadaan PDAM Tirta Dharma Ayu Indramayu ini dikatakan Acep sebagai representasi dari buruknya kinerja sejumlah PDAM di Indonesia.
Dari mulai persoalan tarif, keluhan pelanggan yang tidak puas dengan pemberlakuan pembayaran yang tiba-tiba membengkak sampai kepersoalan air yang seringkali mati atau keruh.
Tidak ada kata terlambat kalau tidak
ingin disurati dengan peringatan
bisa diputus dari pelanggan
tapi kalau airnya tidak jalan
atau butek seperti lumpur
masyarakat disuruh tidur
Acep juga mengkritisi kinerja Dirut dan Dewan Pengawas yang dianggap lebih memikirkan persoalan gaji ketimbang memperbaiki sistem manajemen di tubuh PDAM.
Semua ini bermula dari kata merugi
sebab antara mengelola dengan
menjual lebih murah menjual.
Tapi sayangnya tidak ada upaya
pencerdasan manajemen mengelola
dan menjual dengan tetap menjaga
hati pelanggan

Dikatakan Acep Syahril, dia berharap dengan Dirut PDAM yang baru, serta semangat bekerja dan rasio berpikirnya yang baru, mudah-mudahan bisa membawa perubahan pada PDAM ke depannya, sehingga tidak ada lagi “kata merugi” yang selama ini menjadi slogan klasik PDAM di Indonesia.
Puisi Acep Syahril
Fenomena PDAM dan Manajemen Fantasia
Perusahaan daerah air minum Tirta Darma Ayu itu namanya
Sejak dulu mengelola air bersih
melayani masyarakat
yang harus membayar setiap bulanya.
Tidak ada kata terlambat kalau tidak
ingin disurati dengan peringatan
bisa diputus dari pelanggan
tapi kalau airnya tidak jalan
atau butek seperti lumpur
masyarakat disuruh tidur.
PDAM juga dunia usaha
mengelola air bersih dan mengelola
keuntungan untuk membayar
gaji karyawan termasuk gaji pengawas
yang fantastis dan elegant.
Oleh sebab itu direktur utama PDAM
harus pintar-pintar mengelola
keuangan termasuk memasang tarif
curian dengan memeras uang rakyat
melalui tagihan walaupun
kadang harus mandi dengan
air comberan.
Kenaikan tarif tak wajar itu
cukup dengan membayar sejumlah
komisi di DPR jauh lebih nyaman
ketimbang berurusan dengan
rakyat yang ditunggangi
banyak kepentingan.
Semua ini bermula dari kata merugi
sebab antara mengelola dengan
menjual lebih murah menjual.
Tapi sayangnya tidak ada upaya
pencerdasan manajemen mengelola
dan menjual dengan tetap menjaga
hati pelanggan.
Tapi lebih membangun upaya
manipulatif kongkalikong antara
direktur utama dan badan pengawas
yang sudah mentok cara berpikirnya
dan lebih mementingkan gaji
daripada berpikir memperbaiki
sitem dan manajemen
perusahaanya.
Menanggapi harapan Acep, Humas PDAM Tirta Darma Ayu, Sutoni mengatakan sebagai masukan berharga yang nantinya akan disampaikan pada pimpinannya.
“Kita lebih terbuka menerima keluhan dan masukan masyarakat soal PDAM, apalagi tujuannya untuk membenahi dan menata agar perusahaan ini lebih baik lagi dalam melayani masyarakat sebagai pelanggannya,” ujar Sutoni.(Tosim)










