Kota Serang | dinamikapendidkkan.com – Dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan yang selanjutnya disebut Dana BOSP adalah dana alokasi khusus nonfisik untuk mendukung biaya operasional nonpersonalia bagi Satuan Pendidikan.
Bagi sekolah yang jumlah Siswa/I nya sedikit maka dana BOS yang diterima juga sedikit, sebut saja di SMPN 27 Kota Serang, sekolah baru yang dibuka sejak TA 2021/2022 pertama – tama buka hanya dapat menjaring jumlah Ssiwa/i 27 Anak atau Ssiwa maka dapat dibayangkan dana BOS yang diterima hanya sekitar Rp. 29.700.000,-, dipihak lain Jumlah Guru ASN baru 1 lalu Guru honorer yaitu sebanyak 11 , TU 1 Orang, Operator 1 Orang lalu ditambah 1 penjaga, maka dapat dibayangkan bagaimana dengan kesejahteraan para Gutru honorer, tentu sangat meprihatinkan ujar Kepala SMPN 27 Kota Serang Sufatul Ulum, Rabu (2/8)
Bahwa hingga TA 2023/2024 adapun jumlah Ssiwa di sekolah Kami baru sekitar 116 Siswa/i, tentu ini menjadi pemikiran Kami sebab dapat dibayangkan bahwa dana BOS Reguler dari Pemerintah Pusat yang diterima oleh sekolah tentu juga sedikit, dipihak lain dana BOS Daerah baik dari Kota Serang maupun dari Provinsi Banten tidak ada sama sekali, untuk itu harapan Kami semoga tahun 2023 ini ada Guru Honorer dari Sekolah Kami yang sudah diangkat menjadi Guru PPPK tegas Kepsek.
Kepala SMPN 27 Kota Serang, Sufatul Ulum mengatakan sekolah yang dipimpinnya adalah satu-satunya SMP negeri yang ada di kelurahan Banjar Agung.
“Di antara yang lain, SMPN 27 Kota Serang ini yang paling dekat di lingkungan Banjar Agung,” ujarnya kepada media ini.
Saat ini Kami belum bisa optimal untuk merawat sekolah sebab dana BOS yang diterima sekolah sangat terbatas, tak pelak salah satu pintu disekolah tersebut sudah rusak alias bolong tapi belum diperbaiki oleh pihak sekolah hal itu terlihat dan dipoto oleh Wartawan media ini’
Bismar Ginting,SH.,MH selaku Advokat dan Pemerhati Dunia Pendidikan yang baru – baru ini buka Kantor di Kota Serang saat dimintai keterangannya terkait dengan peran Pemda dalam mengalokasikan APBD nya untuk dana BOS mengatakan, Konstitusi amandemen UUD 1945 pasal 31 ayat 4 mengamanatkan kewajiban pemerintah untuk mengalokasikan biaya pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN maupun APBD agar masyarakat dapat menikmati pelayanan pendidikan, khususnya pendidikan dasar. Hal ini dikaitkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi No. 013/PUU-VI/2008, pemerintah harus menyediakan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD untuk memnuhi kegiatan penyelenggaran pendidikan nasional. Alokasi anggaran tersebut diharapkan dapat memenuhi kebutuhan yang terkait dengan peningkatan kualitas pendidikan. Lebih spesifik lagi, angggaran pendidikan dituangkan dalam pasal 49 UU No. 20 Tahun 2003 pasal 1, yaitu dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari APBD.
Amanat dalam konstitusi di atas dapat dipahami sebagai landasan bagi pemerintah, bahwa Negara melalui pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib memprioritaskan anggaran pendidikan dalam APBN dan APBD. Prioritas yang dimaksud haruslah sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD. Beberapa daerah yang termasuk paling kecil dalam mengalokasikan dana APBN-nya untuk pendidikan adalah Papua sekitar 1,4%, Jawa Timur 1,7%, Sumatera Selatan 2%, Kalimantan Utara 22%, dan Papua Barat 2,3%.
Untuk Jawa Tengah, sudah banyak kabupaten/kota yang sudah menerapkan konstitusi ini. Sebagai contoh, Kabupaten Sidoarjo mengalokasikan 43,8% APBD-nya untuk pendidikan, sedangkan alokasi dana APBD untuk pendidikan di Kabupaten Pemalang adalah 47,8%. Selain itu, Kota Salatiga juga telah menerapkan konstitusi di atas, dengan mengalokasikan 34% dana APBD untuk pendidikan.
Walaupun, beberapa pemerintah daerah di Jawa Tengah sudah mengalokasikan lebih dari 20% APBD-nya untuk pendidikan, namun masih ada kebupaten di Jawa Tengah yang belum menerapkan kebijkan ini. Bahkan, ada beberapa kabupaten yang mengalokasikan dana untuk pendidikan kurang dari 10%. Misal, DIY sebagai kota pelajar sekalipun. Hal ini dapat dilihat dalam postur APBD DIY tahun 2016, dimana dari total APBD DIY sebesar Rp. 4.190,0 M hanya Rp. 351, 51 M atau dalam persentasenya hanya 9,7% dialokasikan untuk pendidikan. Walaupun memang hal tersebut mengalami kenaikan sebesar 0,7% dari anggaran pendidikan di tahun 2015. Adanya pemerintah daerah yang belum mengalokasikan 20% APBD-nya untuk pendidikan ini mengindikasikan bahwa tingkat translation ability pemerintah daerah tersebut masih kurang. Hal ini menjadi suatu masalah yang harus diselesaikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Pada saat ini upaya pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memenuhi perintah alokasi anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN dan APBD semakin mudah. Kalau selama ini, gaji tenaga pendidik dikecualikan dari persentase anggaran tersebut, kini berlaku sebaliknya. Dalam putusan yang final dan mengikat, Mahkamah Konstitusi memutuskan gaji pendidik harus dihitung sebagai bagian dari anggaran pendidikan.
Dari pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa alokasi APBN untuk pendidikan belum berjalan secara optimal dan efsisien serta masih banyak daerah yang belum mengalokasikan minimal 20% APBD-nya untuk sektor pendidikan. Apabila hal ini terus dibiarkan, maka akan berdampak buruk pada kualitas penddikan di Indonesia. Maka dari itu perlu adanya tuntutan untuk mewujudkan realisasi anggaran APBN dan APBD untuk sektor pendidikan yang lebih baik lagi. Adapun tuntutannya adalah sebagai berikut.
- Peningkatan kualitas belanja APBN dalam membiayai program-program pendidikan untuk peningkatan mutu dan kinerja pendidikan
- Pemanfaatan alokasi APBD untuk pendidikan dengan sebijak mungkin
- Memberikan sanksi kepada pemerintah daerah yang tidak mengalokasikan APBD-nya sebanyak 20%
- Adanya proses komunikasi yang transparan dan akuntabel mengenai alokasi dana APBN dan APBD
- Mendesak pemerintah terutama pemerintah daerah untuk mingkatkan persentase alokasi dana APBN dan ABDP lebih dari 20%, karena 20% hanyalah minimal.
Ditambahkan Bismar, sebut saja Kota Serang sebagaimana keterangan beberapa pihak atau sekolah yang ada katanya tidak ada BOS Daerah tentu ini keputusan melawan hukum sebab perintah konstitusi wajib hukumnya APBD dialokasikan untuk BOSDA minimal 20 % , maka Saya berpendapat Wali Kota tidak mendukung program peningkatan dunia Pendidikan di wilayahnya, hal ini Wakil rakyat harus mendesak Eksekutif agar tunduk pada aturan yang ada tegas Bismar mengakhiri.(Ginting/Madali)