Banten I dinamikapendidikan.com – Kementrian Pendidikan dan atau Pemerintah Pusat sejak tahun 2014 telah mengeluarkan aturan larangan penjualan buku paket maupun LKS di sekolah, tingkat SMA Negeri.
Namun hal ini diduga dilanggar oleh sekolah yang ada di Banten sebut saja SMAN 2 Kota Serang.
Berdasarkan informasi dari Sumber di SMAN 2 Kota Serang, adanya penjualan buku paket maupun LKS dan diwajibkan.
Dari data yang diterima, para siswa maupun siswi SMAN 2 Kota Serang, bahwa harga buku paket keseluruhan untuk jurusan IPA seharga Rp 2.481.000.
Sedangkan untuk jurusan IPS seharga Rp 2.437.000. Inipun, seluruh siswa maupun siswi di SMAN 2 Kota Serang diwajibkan untuk membelinya.
Seperti halnya dikatakan oleh seorang siswi kelas XII di SMAN 2 Kota Serang, berinisial A, bahwasannya pembelian buku paket maupun LKS di SMAN 2 Kota Serang diwajibkan, kalau tidak nilai akan berkurang.
“Jadi, harus beli dari sekolah. Kalau beli online dipertanyakan pihak sekolah, sedangkan harganya sangatlah mahal,” ungkapnya,, kepada wartawan, Senin, 14 Agustus 2023.
Tak hanya itu, ditambahkan sumber, bahwasannya ada pula pembelian LKS seharga Rp 520 ribu, dan sifatnya wajib untuk dibeli.
“LKS juga diwajibkan untuk dibeli oleh seluruh siswa maupun siswi di SMAN 2 Kota Serang,” ungkapnya.
Menurut siswi di SMAN 2 Kota Serang, kejadian pembelian buku paket maupun LKS barulah terjadi di tahun 2023, dan tahun sebelumnya tidak ada untuk pembelian buku paket maupun LKS.
Makanya kita sangat mengeluhkan, mana harga ya mahal,” ungkap siswi sumber, sedangkan hingga kini, pihak SMAN 2 Kota Serang belum dapat dikonfirmasi terkait adanya dugaan penjualan buku paket dan LKS, dan siswa dipaksa untuk membelinya
Beberapa orangtua Ssiwa/I yang dimintai komentarnya mengatakan bahwa mereka sangat keberatan, harapan mereka agar APH lakukan penyelidikan terkait Pungli penjualan buku dan LKS tersebut.
Data tahun 2023 adapun jumlah dana BOS Reguler dari Pemerintah Pusat diterima oleh SMAN 2 Kota Serang yaitu Rp. 2.692.800.000,- dari Jumlah Siswa/i yaitu 1683
H.Maswi Pemerhati Pendidikan di Kota Serang mengatakan, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan (“UU Sistem Perbukuan”). Bahwa Sistem perbukuan adalah tata kelola perbukuan yang dapat dipertanggungjawabkan secara menyeluruh dan terpadu, yang mencakup pemerolehan naskah, penerbitan, pencetakan, pengembangan buku elektronik, pendistribusian, penggunaan, penyediaan, dan pengawasan buku.
Definisi buku dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 2 UU Sistem Perbukuan berikut ini:
Buku adalah karya tulis dan/atau karya gambar yang diterbitkan berupa cetakan berjilid atau berupa publikasi elektronik yang diterbitkan secara tidak berkala.
Bentuk buku terdiri atas:
- Buku cetak, merupakan karya tulis yang berupa teks, gambar, atau gabungan dari keduanya yang dipublikasikan dalam bentuk cetak; dan
- Buku elektronik, merupakan karya tulis yang berupa teks, gambar, audio, video, atau gabungan dari keseluruhannya yang dipublikasikan dalam bentuk elektronik.
Selanjutnya, jenis buku terdiri atas:
- Buku pendidikan, merupakan buku yang digunakan dalam pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan akademik, pendidikan profesi, pendidikan vokasi, pendidikan keagamaan, dan pendidikan khusus yang terdiri atas buku teks dan buku nonteks; dan
- Buku umum, merupakan jenis buku di luar buku pendidikan.
Buku teks dibagi lagi menjadi:
- Buku teks utama, merupakan buku pelajaran yang wajib digunakan dalam pembelajaran berdasarkan kurikulum yang berlaku dan disediakan oleh pemerintah pusat tanpa dipungut biaya; dan
- Buku teks pendamping, buku pelajaran yang disusun oleh masyarakat berdasarkan kurikulum yang berlaku dan telah mendapatkan pengesahan dari pemerintah pusat.
Pasal terkait adalah Pasal 63 ayat (1) UU Sistem Perbukuan yang berbunyi:
Penerbit dilarang menjual buku teks pendamping secara langsung ke satuan dan/atau program pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Penerbit yang dimaksud di atas adalah lembaga pemerintah atau lembaga swasta yang menyelenggarakan kegiatan penerbitan buku.
Kemudian, dengan jelas Pasal 64 ayat (1) UU Sistem Perbukuan menyebutkan sebagai berikut:
Penjualan buku teks pendamping dan buku nonteks dilakukan melalui Toko Buku dan/atau sarana lain.
Dari pasal di atas, kita mengetahui bahwa penjualan buku teks pendamping dan buku nonteks dijual oleh penerbit melalui toko buku atau sarana lain. Hanya saja penerbit dilarang menjual buku yang dimaksud secara langsung ke satuan dan/atau program pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Dari regulasi diatas dapat ditarik benang merahnya bahwa Percetakan mapun distributor Buku dilarang jual buku ke sekolah nemun di SMAN 2 Kota Serang bila benar menjual buku maka halm itu disebut perbuatan melawan hukum, maka dari itu sudah sepentasnya di laporkan saja pihak sekolahn ken Aparat Penegak Hukum dan Ombudsman agar oknum yang terlibat diperoses secara hukumn tegas H.Maswi.(Bismar/H.Madali)