Indramayu l dinamikapendidikan.com – Warga Desa Totoran Katimah dan warga Desa Pabean ilir H.Kasanto Kecamatan Pasekan Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, saling mengklaim kepemilikan hak garap empang lahan milik perhutani.
Katimah merupakan seorang nelayan tambak yang memegang hak garap sebuah empang di kawasan Resort Pengelolaan Hutan (RPH) Purwa, Kabupaten Indramayu seluas 2,5 Ha.
Namun karena kebutuhan ekonomi, Katimah harus menjadi buruh migran dan menitipkan lahan garapannya tersebut ke saudara-saudaranya di tanah air. Sampai waktu kontraknya habis, Katimah pun kembali ke tanah kelahirannya.
Sesampainya di tanah air, ia teringat empang garapannya yang pernah dititipkannya ke saudara-saudaranya. Namun malang tak dapat ditolak, empang garapan tersebut ternyata dikabarkan sudah berpindah kepemilikan kepada H. Kasanto.
“Kabarnya pemindahan itu bernilai Rp50 juta. Dipindah karena saya tak ada kabar di luar negeri,” ungkap Katimah.
Jawaban saudara-saudaranya ini pun membuat Katimah kaget sekaligus penasaran. Sehingga didatangilah Kantor Bagian Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) Kabupaten Indramayu.
Katimah membawa kartu izin pemeliharaan tanaman hutan yang dikeluarkan BKPH atas namanya sendiri. Saat itu Asisten Perhutani (Asper) yang menjabat Ketua BKPH Indramayu, Wowo Maryanto, menyatakan kartu tersebut masih berlaku.
“Masih nama Ibu Katimah, tapi pajaknya sudah lama tidak dibayar. Silakan dibayar dulu pajaknya, nanti akan diterbitkan lagi kartu yang baru dengan nama masih Ibu Katimah,” ucap Asper Wowo Maryanto, pada Rabu (21/8/2024) kemarin.
Pernyataan Asper ini dikuatkan pula oleh Kaur TU BKPH Indramayu, Lilih Suhendi. Ia menyatakan akan menerbitkan surat baru atas nama Katimah jika pajaknya sudah dibayar. Mendengar hal tersebut, Katimah pun girang. Ia siap melunasi pajak yang tertunggak seluruhnya.
Saat bersiap untuk membayar pajak, ternyata Asper menangguhkan surat tersebut. Alasannya karena empang garapan itu telah dipindahtangankan ke H. Kasanto. Dan hal tersebut katanya harus diselesaikan terlebih dahulu.
Untuk mengatasi masalah ini, Asper Wowo pun mengutus anggotanya, Sastra Winata yang merupakan Kepala Resort Pengelolaan Hutan (KRPH) mendatangi rumah Katimah. Disitu telah berkumpul adik-adik Katimah dan H. Kasanto.
Pada pertemuan tersebut, Sastra Winata menegaskan bahwa empang atas nama Katimah sudah tidak ada di data base BKPH, yang ada hanya atas nama H. Kasanto.
Ucapan Sastra tersebut tentu bertolak belakang dengan perkataan Asper Wowo Maryanto dan Kaur TU Lili Suhendi. Sehingga Katimah pun merasa dirugikan dan ia berniat untuk tetap merebut kembali empang tersebut.
“Saya akhirnya mem-bodem (menguras tanah dari empang), kemudian didatangi H. Kasanto, Pak Asper, dan Pak Sastra, tapi saya tetap meneruskan pekerjaan tersebut,” ungkap Katimah kepada media, pada Kamis (22/8/2024).
Katimah menegaskan dirinya akan mempertahankan empang tersebut, sebab empang itu untuk bekal masa tuanya. Ia hanya mencari keadilan.
Hal ini menuai tanggapan beragai pihak. Salah satunya dari Ketua Sekretariat Bersama Forum Wartawan Indramayu (Sekber FWI) Kacim.
Menurutnya persoalan ini tentu menjadi masalah. Sebab seharusnya pemindahtanganan hak garap kepada orang lain harus melalui persetujuan pemilik hak garap. Namun belum ada persetujuan atau dalam hal ini Katimah belum melakukan tandatangan, namun surat garap baru sudah keluar.
“Apalagi Asper bilang suruh bayar pajak, suratnya bisa diperpanjang. Kemudian diralat. Asper ini plin-plan,” pungkas Kacim.
Ditempat berbeda H.Kasanto saat ditemui diwarung lokasi tambak mengatakan, sebelumnya sudah diadakan pertemuan dengan keluarganya Katimah bersama Asisten Perhutani (Asper), itu tidak ada masalah. Tetapi Katimah tetep kukuh menganggap bahwa garapan empang tersebut masih miliknya.
Sebenarnya yang bermasalah itu Katimah dengan saudara-saudaranya, kalau memang media ingin tahu harus runut dari awal permasalahanya. Sabtu (31/8/2024)
“Saya baca disalah satu media online seperti menyudutkan Bagian Kesatuan Pengelolahan Hutan (BKPH), mestinya memberikan edukasi pada Katimah, karena dia itu sedang berjalan dalam kegelapan, harus ada penerangan.Ini masalah keluarga cukup diselesaikan secara kekeluargaan tidak perlu adanya orang lain”, ucap H.Kasanto
Dari Asper sendiri sudah menerangkan pada Katimah, lahan perum Perhutani kalau sudah dua (2) tahun berturut-turut tidak diperpanjang dan tidak digarap maka dianggap gugur/tidak memiliki hak garapan, hal itu tercantum dalam undang-undang buku garapan. Dan Katimah sudah meninggalkan garapan empang tersebut selama 29 tahun.
“Nanti saya tunjukan undang-undang yang tertera dibuku garapan”, ucap H.Kasanto
Lanjutnya, bermula pada 25 tahun lalu Katimah menitipkan garapan empang, dan ke 2 anaknya pada adiknya Sarkawi, ia sendiri berangkat keluar negri. Selama beberapa tahun tidak ada kabar beritanya.Katimah menitipkan garapan empang pada saudaranya, maksud tujuanya untuk biaya hidup kedua anaknya, ternyata empang tersebut tidak berhasil, akhirnya adik-adiknya menawarkan empang tersebut pada orang lain suruh ganti garapan.
Masih menurut H.Kasanto sampailah ditawarkan pada dirinya, awalnya ia menolak, karena tidak ada uang, empangnya juga kurang bagus, punya siapa, dan siapa yang bertanggung jawab?. Salah seorang adik dari 5 saudaranya bernama Masudin bertanggung jawab, dan saudaranya yang lain juga ikut bertanggung jawab.
Ketika kelima saudaranya merasa bertanggung jawab semua, maka dibikinlah pernyataan dan ditandatangani kelima saudaranya, termasuk juga anak dari Katimah itu sendiri, dan disaksikan oleh Asper dan mantri. Dokumen disimpan di BKPH Indramayu, semenjak itu pindah nama garapan yang tadinya nama Katimah menjadi namanya yang sudah terverifikasi ke data base.
“Sekarang Katimah menggugat, karena menganggap garapan tersebut masih atas namanya. Ia mendatangi rumah saya. Saya katakan silahkan datangi saja kelima saudaranya, yang merasa menjual garapan empang tersebut,prosesnya seperti apa, bayarnya berapa.Dan saya juga mengarahkan Katimah datang saja ke Asper,BKPH Indramayu, dan tanyakan risalah peralihan nama hak garapnya”, ucap H.Kasanto
Kalau memang Katimah masih pingin lahan tersebut silahkan, tetapi selesaikan dulu dengan kelima saudaranya, karena sudah menerima uang, kembalikan saja uangnya dan berapa harga sekarang, itupun kalau cocok.Kalau Katimah merasa dirugikan, saudaranya siap bertanggug jawab dan mengganti kerugianya, karena mereka merasa menjualnya.
H.Kasanto yang mengaku sebagai ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Sarapati, berharap permasalahan ini diselesaikan secara kekeluargaan.
” Saya berharap, permasalahan ini diselesaikan dengan cara kekeluargaan, jangan sampai keranah hukum, karena bagaimanapun juga Katimah itu masih saudara. Lebih baik kita undang semua yang terkait dengan permasalahan ini biar jelas.Saya siap hadir kapan saja dan dimana saja”, pungkas H.Kasanto
Sementara BKPH melalui Kepala Resort Pengelolaan Hutan (KRPH) Sastra Winata, saat ditemui dikantornya mengatakan, apa yang pernah disampaikan Asper Wowo Maryanto dan Lili Suhendi pada Katimah, dirinya tidak berani menjawab, karena harus konfirmasi dengan yang bersangkutan.Senin (2/9/2024)
“Kalau saya yang menyampaikan takut ada miskomunikasi, saya sudah jelaskan pada kuasa hukum ibu Katimah”, ucap Sastra Winata
Terkait aturan/undang-undang dalam buku garapan, memang benar bahwa kalau selama 2 tahun berturut-turut tidak digarap, dianggap sudah tidak ada hak garap. Perhutani bisa mencabut hak garapnya, kalau kewajibanya tidak dipenuhi, jangankan 2 tahun, satu tahun pun harus dicabut.
Dari pihak perhutani, ketika memberikan buku garapan pada penggarap, selalu menyampaikan harus dilihat aturanya. Kalau memang tidak mengikuti aturan konsekwensinya ditanggung sendiri, karena itu bukan tanah milik. Dirinya juga tidak tahu surat pernyataan dari kelima saudaranya Katimah.
” Saya tidak tahu terkait dengan surat pernyataan yang dibuat oleh kelima saudaranya, karena saya baru bekerja satu tahun.Yang jelas kelima saudaranya mengakui merasa menjualnya dan bertanggung jawab.
Dan saya mengatakan garapan itu milik H.Kasanto berdasarkan data base, terlepas dulunya yang punya siapa saya tidak tahu”, tutur Sastra Winata
Sastra Winata menambahkan, memang secara aturan membuat pindah nama buku garapan baru, seharusnya diketahui oleh nama sebelumnya.pungkas Sastra Winata (TSM)